Masih Jadi Polemik Soal Manfaat Hilirisasi Nikel, Siapa yang Nikmati Keuntungan Hilirisasi Nikel Tersebut?

- Pewarta

Selasa, 5 September 2023 - 09:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Polemik Soal Manfaat Hilirisasi Nikel. (Pixabay.com/DutchAir)

Polemik Soal Manfaat Hilirisasi Nikel. (Pixabay.com/DutchAir)

Oleh: Anthony BudiawanManaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

ON24JAM.COM – Hilrisasi nikel, atau smelter nikel, menjadi polemik. Bantah membantah, antara masyarakat, akademisi dan pemerintah.

Awalnya Faisal Basri kritik keras pemerintah, bahwa 90 persen manfaat atau keuntungan hilirisasi smelter nikel dinikmati China.

Pemerintah tidak terima. Jokowi bantah pernyataan Faisal Basri, menegaskan bahwa hilirisasi smelter nikel menguntungkan negara.

Menurut Jokowi, ekspor bijih nikel (mentah) sebelum ada smelter hanya Rp1,7 triliun saja. Setelah ada smelter, ekspor produk hasil hilirisasi nikel mencapai Rp510 triliun.

Karena itu, penerimaan negara juga naik, kata Jokowi. Sehingga menguntungkan negara. Begitu logika Jokowi. Hhmmm …

Selain Jokowi, bantahan juga datang dari Septian Hario Seto, deputi bidang Investasi dan Pertambangan Kemenko Marinves.

Seto membenarkan perhitungan Jokowi, bahwa ekspor hasil hilirisasi nikel mencapai Rp510 triliun, setara 34,3 miliar dolar AS.

Ekspor ini terdiri dari ekspor produk yang tergabung dalam HS 72 (besi dan baja) sebesar 27,8 miliar, HS 75 sebesar 5,9 miliar dolar AS, dan HS 73.

HS (Harmonized System) adalah sistem klasifikasi komoditas barang yang digunakan secara seragam di seluruh dunia, berdasarkan International Convention on The Harmonized Commodity Description and Coding System.

Masalahnya, yang dikritik Faisal Basri bukan nilai ekspor seperti dijelaskan pemerintah. Juga bukan nilai penerimaan negara dari pajak maupun non-pajak.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Yang dikritik Faisal Basri, dan masyarakat, adalah siapa yang menikmati keuntungan hilirisasi nikel tersebut.

Apakah sebagian besar dinikmati oleh pihak asing, dalam hal ini China, seperti klaim Faisal Basri?

Klaim Faisal Basri sangat masuk akal. Alasannya, karena hampir semua perusahaan smelter nikel dimiliki oleh perusahaan China, maka hampir semua keuntungan hilirisasi nikel tersebut dinikmati oleh perusahaan China. Logis.

Faisal Basri menulis: “Mengingat hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel 100 persen dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas, maka adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.”

Ini point yang dikritik oleh Faisal Basri. Sebaiknya pemerintah fokus saja menjawab permasalahan yang dikritik itu.

Yaitu, berapa persen smelter di Indonesia dimiliki oleh perusahaan China, yang akhirnya akan menikmati keuntungan hilirisasi smelter tersebut.

Selain itu, Faisal Basri juga mengkritisi insentif. Bukan penerimaan pajaknya.

Menurutnya, insentif untuk smelter nikel menguntungkan investor (China), dan karena itu merugikan negara.

Pemikiran ini sangat benar. Karena insentif dapat dimaknai sebagai penghapusan kewajiban investor kepada negara.

Hal ini sama saja seperti negara memberikan uang (disebut insentif) kepada investor.

Dalam hal tertentu, insentif dapat dibenarkan. Tetapi, dalam hal hilirisasi nikel, insentif ini ngawur dan merugikan keuangan negara .

Nah, berapa besar insentif yang sudah diberikan kepada investor smelter nikel selama ini, dan berapa yang masih harus diberikan ke depannya?

Silakan pemerintah menjelaskan dan membuka semua data tersebut kepada publik. Bukankah publik berhak mengetahui keuangan negara?

Terlepas dari itu semua, bantahan dan perhitungan Jokowi dan Seto tersebut bukan point yang dikritik oleh Faisal Basri dan masyarakat.

Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.

Yang menjadi point kritik adalah, siapa yang menikmati kenaikan ekspor hilirisasi nikel tersebut? Siapa dan berapa besar? Itu yang perlu dijawab oleh pemerintah.

Peluang bagi aktivis pers pelajar, pers mahasiswa, dan muda/mudi untuk dilatih menulis berita secara online, dan praktek liputan langsung menjadi jurnalis muda di media ini. Kirim CV dan karya tulis, ke WA Center: 087815557788.

Selain itu, pernyataan pemerintah bahwa keuntungan hilirisasi smelter nikel tahun 2022 sebesar Rp510 triliun, atau sekitar 34,3 miliar dolar AS, perlu diluruskan dan dikritisi. Angka ini terlihat jelas digelembungkan.

Pertama, komoditas hasil smelter nikel Indonesia hanya terdiri dari nickel pig iron (HS 72015000), ferronikel (HS 72026000), nickel mattes (HS 75011000) dan nickel oxide ..… metallurgy (HS 75012000).

Nilai ekspor masing-masing komoditas tersebut sebesar 54,37 juta dolar AS (HS72015000), 13,62 miliar dolar AS (HS 72026000), 3,82 miliar dolar AS (HS 75011000) dan 2,14 miliar dolar AS (HS 75012000).

Sehingga total ekspor produk hasil smelter untuk tahun 2022 hanya 19,64 miliar dolar AS. Bukan 34,3 miliar dolar AS seperti klaim pemerintah.

Karena produk HS 72 (besi dan baja), kecuali HS 72026000), bukan hasil (output) industri smelter.

Jadi tidak bisa diklaim sebagai hasil dari kebijakan hilirisasi nikel. Kenapa main klaim saja?

Kedua, total ekspor produk smelter tahun 2022 sebesar 19,64 miliar dolar AS tersebut bukan nilai tambah industri smelter karena kebijakan hilirisasi nikel.

Nilai tambah harus dikurangi input. Nilai tambah smelter nikel harus dikurangi nilai produksi bijih nikel mentah (nickel ore), yang kalau tidak ada hilirisasi bisa diekspor.

Nilai produksi bijij nikel (HS 26040000) tahun 2019 sudah mencapai 1,1 miliar dolar AS.

Dengan kenaikan volume produksi nikel, dan harga, nilai komersial bijih nikel tahun 2022 bisa mencapai 4 miliar dolar AS.

Setelah dikurangi nilai komersial bijih nikel ini, maka nilai tambah smelter nikel hanya sekitar 15,64 miliar dolar AS saja, atau Rp234,6 triliun (kurs Rp15.000 per dolar AS).

Bukan Rp510 triliun. Penggelembungannya terlalu besar. Lebih dari dua kali lipat!

Dari hitungan di atas, berapa insentif pajak dan non-pajak yang diberikan kepada pemilik smelter nikel, yang pada dasarnya merugikan keuangan negara?

Setelah dikurangi semua biaya produksi dan pajak, berapa keuntungan bersih dari hilirisasi smelter nikel ini yang menjadi hak pemilik smelter, dan berapa persen yang berasal dari China?

Ini yang sebenarnya menjadi pertanyaan pokok masyarakat. Silakan pemerintah menjawab pertanyaan pokok tersebut secara terfokus.

Jangan lari ke mana-mana. Biar tidak terkesan membodohi masyarakat.***

Berita Terkait

Retno Marsudi Jadi Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Urusan Air, Atasi Kegagalan Tangani Air dan Sanitasi
Naik Maung Tangguh Besutan Prabowo Subianto, Inilah Momen Paus Fransiskus Keliling Sapa Umat
KPK Tanggapi Pernyataan Prabowo Subianto Soal Penambahan Anggaran Pemberantasan Korupsi
Tamara Tyasmara Semakinn Yakin Putranya Ditenggelamkan Mantan Pacar Usai Dengarkan Saksi Ahli
Dukung Terbentuknya Kantor Komunikasi Kepresidenan, Ketua Umum APPRI: Perkuat Komunikasi Kebijakan Pemerintah
Menteri ESDM Tanggapi Pertanyaan Wartawan Seputar Reshuffe Kabinet, Arifin Tasrif: Tunggu Saja
Di Sidang Kabinet Perdana di IKN Kaltim, Presiden Jokowi Sapa Prabowo Subianto Sebagai Presiden Terpilih
Seragam Olimpiade 2024 Tim Indonesia Karya Didit Hediprasetyo jadi Ulasan Media Asing Padahal Baru Dirilis
Jasasiaranpers.com dan media online ini mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.

Berita Terkait

Kamis, 15 Agustus 2024 - 14:20 WIB

Tim Ekonomi Prabowo – Gibran akan Bentuk Badan Pengelola Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon

Minggu, 9 Juni 2024 - 07:28 WIB

Menteri ESDM Ungkap Sebanyak 6 Wilayah Tambang Sudah Disiapkan untuk Ormas Keagamaan

Selasa, 14 Mei 2024 - 09:36 WIB

Soal Perkembangan Tingkat Inflasi di Wayahnya, Kemendagri Minta Seluruh Pemerintah Daerah Pantau

Selasa, 5 Maret 2024 - 10:51 WIB

Sinergi Pasar Modal: PROPAMI Merespons Undangan KADIN dengan Antusias

Sabtu, 13 Januari 2024 - 13:37 WIB

Jasasiaranpers.com Siap Publikasikan Press Release Berita Khusus Ekonomi dan Bisnis, 10 Media Rp3 Juta Saja

Kamis, 30 November 2023 - 16:08 WIB

Sapu Langit Media Network Luncurkan Media Online 062.live – Portal Berita dengan Konten Khusus Video

Rabu, 29 November 2023 - 14:15 WIB

Super Lengkap, Inilah 100-an Portal Berita yang Bermitra dengan Sapu Langit Communications

Minggu, 26 November 2023 - 10:31 WIB

Promosi Video Youtube di Portal Berita? BISA, Hanya dengan Budget Rp500 Ribu Bisa Langsung Tayang di Sini

Berita Terbaru